Kuliah Daring Menciptakan Emosiku Secara Profesional
- Journal-is-Me
- Aug 27, 2020
- 2 min read
Dini hari, aku menyalakan alarm untuk bersiap-siap kuliah. Hari menunjukkan pukul 00.00 WIB. Rasanya masih sulit bagiku untuk cepat tidur karena belum siap akan hari esok. Sebab, hawa liburan ini masih terasa di pelupuk mataku.

Membayangkang Masa Kuliah Daring (neurosciencenews.com)
Bahkan, rasanya aku belum siap untuk kuliah daring (lagi). Aku belum bisa membayangkan suasan kelas pada saat daring, sinyal dan kuota internet yang harus berjalan selama video conference, dan teman-teman baru. Kehidupan kuliah di balik jaringan sosial amat menyedihkan. Tidak bisa bermain dan belajar bersama teman-teman kuliah apalagi di situasi kuliah yang intuisiku masih berkata mendadak.
Memang, aku ialah seorang mahasiswa yang belum siap menerima kenyataan.
Sebenarnya aku sadar. Kepentingan kesehatan merupakan tongkat utama dunia pada saat ini. Aku telah dewasa. Berkali-kali memotivasi diri untuk tetap kuat menjalankan semuanya.
Sudah bukan saatnya untuk rengek menyalahkan kondisi. Kuliah daring justru menciptakan emosiku secara profesional.
Pikiranku terbayang akan webinar yang lalu. Aku ingat temanya “Beradaptasi Dengan Sistem Perkuliahan New Normal”. Seumpama, narasumber itu masih menganggap mahasiswa berpikir negatif saat menjalani kuliah daring.

Belajar Daring (getty/indiaexpress.com)
“Tanggapan tentang kuliah di new normal memiliki efek atau tidaknya, pasti ada pikir plus minus kalau saya dapat mengambil dari sisi sekarang. Kayak lebih banyam bebannya, terutama tugas bagi mahasiswa. Mereka tidak bermasalah dengan online-nya, tapi dengan mindset. Kedua, masalah pikiran makin berat, semacam dengan beban kuota dan tidak bisa bertemu dengan temannya,” kata narasumber bernama Dionisius Lesmana. Aku ingat pernyataan yang super panjang itu. Di benakku, memang benar bahwa tidak semua mahasiswa siap dengan kondisi kuliah yang memprihatinkan. Terutama bagi mereka yang terlahir dengan kondisi keuangan yang terbatas. Mereka harus merelakan diri untuk mencari kerja sampingan.
Kemudian, aku membaringkan tubuh di atas tempat tidur. Besok adalah hari kuliahku yang keempat. Pikiran buruk tentang kuliahku harus dibuang jauh-jauh. Sesak rasanya jika masih kusimpan dalam hati.
Aku hanya berharap, kondisi memprihatinkan ini akan segera berlalu dengan orang-orang terkasih, kuliah daring yang interaktif, dan suasana grup yang mengasyikkan. Hingga waktu yang akan menenangkan pertemuan kembali, tepat pada waktunya.
Penulis: Tesalonika Hasugian
Comments