metrotvnews.com
Bukan omongan belaka, bahwa menjadi jurnalis wanita bukanlah hal yang mudah. Lebih banyak bekerja di lapangan, meliput banyak kejadian, kejar wawancara setiap hari, dan sebagainya. Belum lagi jika ada kejadian-kejadian besar yang harus diliput saat itu juga, karena jika telat sedikit maka berita tersebut sudah menjadi basi dan tidak lagi menarik. Misalnya saat pemilu, hingga bencana besar, investigasi, demo masyarakat, konflik, bahkan penyanderaan atau pertempuran.
Desi Fitriani menjadi salah satu jurnalis perempuan yang terkenal karena ketangguhannya. Ia adalah jurnalis panutan yang banyak menginspirasi jurnalis muda lainnya. Desi lahir di Jakarta, 7 Desember 1969. Desi memulai karir jurnalisnya sebagai wartawan tabloid anak Gelantara, kemudian pada tahun 1994 menjadi wartawan Lampung Post, 4 tahun setelahnya menjadi wartawan investigasi Media Indonesia, dan ditahun 2001 ia diangkat menjadi reporter Metro Tv.
Desi dikenal sebagai wartawan atau jurnalis spesialis wilayah konflik. Sepanjang perjalanan karirnya sebagai jurnalis, ia telah meliput berbagai peristiwa dilebih dari 30 negara, terutama negara-negara yang tengah dilanda konflik atau peperangan, seperti Timur Tengah (Gaza, Yaman), Afghanistan, Filipina, dan masih banyak lagi.
Menurutnya ada kepuasan batin tersendiri saat meliput peristiwa konflik. Bagaimana ia akan mengamati secara menyeluruh dari awal hingga akhir, mulai dari terjadinya konflik, rehabilitasi, lalu makmur kembali. Tidak hanya sekedar meliput tapi juga dibutuhkan mental yang kuat.
Banyak sekali peristiwa luar biasa yang berhasil diliput oleh Desi, seperti di Aceh saat GAM masih berkonflik dengan pemerintah Republik Indonesia, WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina, hingga liputan di daerah konflik Gaza.
Ada begitu banyak peristiwa penting yang harus diliput. Bahkan tidak jarang mereka mengalami tekanan, ancaman, hingga bahaya dalam menggali berita. Semuanya hanya untuk mencari fakta dan kebenaran agar seluruh masyarakat dapat mendapatkan berita yang eksklusif dan bermutu.
Selain itu, tantangan lain bagi jurnalis wanita adalah rawannya kekerasan yang dapat terjadi pada mereka. Mulai dari kekerasan fisik, mental, hingga kekerasan seksual. Seperti dipukuli massa, terror, sensor, perusakan alat, doxing, bahkan ada yang diancam, disandera, dan masih banyak lagi. Menjadi jurnalis perempuan, khususnya spesialis konflik seperti Desi dibutuhkan mental yang sangat kuat.
Desi juga sering mengalami kekerasan saat melakukan tugasnya sebagai jurnalis, bahkan sepanjang perjalanan karirnya. Seperti, Desi pernah ditodong pistol saat melakukan liputan konflik pertamanya di Aceh. Dan pada 2017 lalu, Desi mengalami penganiayaan dan pelecehan oleh massa demo anti Ahok ketika massa tersebut berdemonstrasi menentang Ahok.
Banyak peristiwa yang ia alami juga pengalaman yang ia dapatkan. Meskipun sulit dan penuh dengan tantangan, Desi tetap menikmatinya dan bertahan dengan profesi yang telah ia geluti selama kurang lebih 27 tahun ini.
Penulis: Ivyela
Editor: Amelia Christina Debora
Sumber: Wikipedia, Metrotvnews.com, dan Peoplepill.com
Comments