Tokoh ini dikenal masyarakat Indonesia sebagai salah satu Pahlawan Bangsa Indonesia. Ia merupakan seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional. Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati. Beliau dilahirkan di Purbalingga, 24 Januari 1916 pada masa Hindia Belanda. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya. Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa yang rajin, ia sangat aktif dalam segala kegiatan di sekolah, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah.
Setelah lulus kuliah keguruan, pada tahun 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru dan kemudian menjadi Kepala Sekolah di SD Muhammadiyah. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia mulai bergabung dalam tentara Pembela Tanah Air (PETA). Soedirman menjabat sebagai Komandan Batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya, sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun diasingkan ke Bogor.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu Bung Karno. Lalu ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas. Beliau mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh Panglima sementara Oerip Soehardjo dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut.pada tanggal 12 November 1945. Dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soerdirman terpilih menjadi Panglima Besar, sedangkan Oerip yang aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi Kepala Staff. Lalu akhirnya ia diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember.
Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosisnya. Karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari Rumah Sakit. Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Pada saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di Kraton Sultan, Soedirman beserta kelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan Gerilya selama tujuh bulan. Soedirman kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu.
Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh, ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat pada tanggal 29 Januari 1959 pada usia 34 tahun, kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdakaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional, Yogyakarta.
Penulis : Firman Fatur Alam
Editor : Gabriela Priscila
Comments