Sumber: halaqoh.net
"Apa salah dan dosaku, sayang? Cinta suciku kau buang-buang Lihat jurus yang kan 'ku berikan Jaran goyang, jaran goyang Sayang, janganlah kau waton serem Hubungan kita semula adem Tapi sekarang kecut bagaikan asem Semar mesem, semar mesem" Stop nyanyi-nyanyi, cukup dibaca saja ya...(xixi)
Siapa sih yang tidak tahu lagu ini? Jaran Goyang adalah lagu dangdut koplo yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Dari acara nikahan, sunatan, hingga pertelevisian tanah air pasti pernah membawakan lagu ini.
Pelantunnya tidak lain dan tidak bukan adalah Nella Kharisma. Tapi, siapa sangkah kalo lagu ini mengandung hal mistis dan ritual yang berbau pelet dan santet.
Sumber: tribunnews.com
Jaran Goyang merupakan ajian mantra cinta, tapi dalam bahasa Jawa berarti kuda goyang. Dalam penggambarannya kuda adalah binatang yang sulit dijinakkan, tapi jika sudah jinak, dapat dikendalikan. Begitu pula pada cinta terhadap seseorang.
Jaran Goyang berupa mantra lisan yang berasal dari masyarakat Osing, Banyuwangi, Jawa Timur. Menurut masyarakat sekitar, mantra ini adalah salah satu ajian ilmu pelet dan pengasihan, terutama untuk urusan cinta dan pemikat lawan jenis.
Tidak hanya di Jawa Timur, rupanya mantra ini juga dipercaya di Jawa Barat. Tepatnya di Gunung Ceremai, yang terkenal dengan kerajaan Nini Pelet. Tokoh yang memiliki kesaktian khusus di bidang percintaan ini, diceritakan merebut kitab "Mantra Asmara" milik Ki Buyut Mangun Tapa yang berisi ajian Jaran Goyang.
Pada tahun 1075, Ki Buyut Mangun Tapa berasal dari Dermayu (sekarang Indramayu) bersama Kuwu Cirebon melakukan tapa brata di sekitar Gunung Ciangkup (Singkup). Lalu tinggal dan menetap di sana hingga memiliki keturunan.
Mengetahui Kitab Mantra Asmara disalahgunakan oleh Nini Pelet, Ki Buyut Mangun Tapa mengutus salah seorang muridnya, Restu Singgih, merebut kembali kitab pusaka itu dari tangan Nini Pelet. Sebelumnya ia telah dibekali banyak ilmu mumpuni oleh gurunya. Cerita ini pernah diangkat dalam bentuk sandiwara radio berjudul Nini Pelet yang disiarkan pada 1980-an.
Untuk mengamalkan ajian ini ada beberapa syarat yang perlu dilakukan. Puasa merupakan syarat utamanya, tapi bukan sembarang puasa. Puasa mutih selama 44 hari tanpa putus, puasa ini tidak makan dan minum apa pun kecuali nasi dan air putih. Lalu ada selamatan menggunakan nasi kebuli, ayam cemani, dan jajanan yang direbus, hingga penggunaan mantra-mantra lainnya.
“Bismillahirrahmanirrahim Niat isun matek aji jaran goyang Sun goyang ing tengah latar Sun sabetaken gunung gugur Sun sabetaken lemah bangka Sun sabetaken segara asat Sun sabetaken ombak sirep Sun sabetaken atine jabang bayine ….. Kadung edan sing edan Kadung gendheng sing gendheng Kadung bunyeng sing bunyeng Sih asih kersane Gusti Allah Laa ilaaha illallah b rasulullah”
Selain Jaran Goyang ada lagi ini istilah Semar Mesem. Masih di lagu yang sama, katanya kalo gak mempan Jaran Goyang cobalah Semar Mesem. Bedanya Semar Mesem ini berbentuk keris kecil sebagai jimat. Keris ini berbentuk Semar dan punya aura keberuntungan dan pelet untuk wanita. Jadi, tergolong ilmu pengasihan tingkat tinggi yang juga menjadi andalan untuk urusan asmara.
Sumber: kumparan.com
Sama seperti Jaran Goyang, terdapat berbagai ritual syarat, seperti puasa mutih dan pati geni. Pati geni, berpuasa di tempat yang tak memiliki cahaya dan berdiam diri di dalamnya sampai waktu yang ditentukan. Tidak boleh ada aktivitas selain membaca mantra bahkan untuk tidur pun tidak boleh.
Dalam mitologi Jawa, Semar adalah salah satu dari punggawa punakawan yang memiliki kesaktian luar biasa. Semar Mesem ini sendiri memiliki arti Semar yang tersenyum. Semar dipercaya sudah ada sebelum adanya orang Jawa. Terkenal karena keberhasilan Ki Ageng Pemanahan menghadapi musuh dan dipercaya mumpuni untuk menaklukkan wanita. Ajian Semar Mesem pun tersebar ke seluruh Nusantara.
Ki Ageng Pemanahan atau Ki Gede Pemanahan adalah pendiri desa Mataram tahun 1556, yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Mataram di bawah pimpinan putranya, yang bergelar Panembahan Senapati. Ki Pemanahan merupakan putra Ki Ageng Henis yang tak luput dari sejarah masuknya agama Islam di Surakarta.
Perintis Kesultanan Mataram: Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani, dan Ki Panjawi dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Ki Ageng Pemanahan bertatah di Mataram setelah mengalahkan Arya Penangsang bersama putranya, Sutrawijaya dan pasukan pajang. Dari tahun 1556-1584, beliau tersohor sebagai pemimpin desa Mataram hingga wafat.
Dalam ritualnya, keris Semar Mesem didapat dari penarikan dunia gaib alias sudah berisi. Tapi ada juga yang harus dilakukan pemanggilan khodam yang menempati keris tersebut agar dapat berfungsi. Ilmu Ajian ataupun pelet memang konyol untuk dipercayai. Keberadaannya sudah ada dari zaman dulu dan sampai saat ini pun masih banyak masyarakat yang percaya. Dapat dipakai dalam ritual, tarian, dan lagu memang tak dapat diragukan lagi. Namun, kita sebagai manusia harusnya tetap meminta pada Tuhan. Bukan hal seperti itu apalagi keberadaan jimat.
So, untuk kalian para warganet ada yang tertarik dengan dua ajian tadi? Tetap hati-hati, yah setiap ajian yang diramalkan pasti ada bayaran untuk dituntaskan.
Penulis: Cindy Verananda
Editor: Tesalonika Hasugian
Sumber: Aksara.com, Kumparan.com, dan Wikipedia
Commentaires