top of page
Writer's pictureJournal-is-Me

Selamat Datang di Negara Importir Sampah!

Sejarah lingkungan Indonesia menelan efek perjalanan global yang amat kelam. Sebanyak dua sampai tiga juta sampah masyarakat per tahun telah menghujani wilayah lingkungan hidup Indonesia. Tindakan keras 20 besar negara maju pun menjadi ancaman besar yang sudah cukup lama bagi warga Ibu Pertiwi. Namun di balik fenomena ini, pemerintah sedang berusaha menggalangkan aksi dan mengamankan dirinya untuk mencari kolabator yang peduli terhadap isu sampah.

(Source : google.com)

Apakah pernyataan tersebut menuai pro dan kontra?

Walaupun problema sampah Indonesia memicu kontroversi dunia, terutama perkembangan lingkungan hidup yang semakin lama tidak terkoordinasi kembali, tetapi tetap saja. Ada beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Italia dan Inggris tega mengirim sampah-sampah asal negaranya ke Indonesia. Di antara pelbagai aksi, Surabaya pernah mendapatkan lima kontainer sampah dari Amerika Serikat. Di lain peristiwa pun, Batam pernah mendapatkan enam puluh lima kontainer berisi sampah.


Lalu, mengapa negara maju tega mengirim puluhan kontainer berisi sampah ke Indonesia? Bagaimana dengan nasib negara Indonesia? Padahal, tentunya bisa kita bayangkan bahwa negara maju memiliki sisi teknologi yang sangat memadai dibandingkan Indonesia.


Menurut Von Hernandez, koordinator global Break Free From Plastic, rata-rata dari orang dari negara maju hanya tahu cara memilah sampah berdasarkan jenisnya. Kita mengetahui ada empat penggolongan sampah, yaitu sampah organik, sampah non-organik, sampah kertas dan sampah B3. Namun pada realitanya, mereka tidak tahu bagaimana sampah mereka akan berakhir. Alih-alih mencari solusi bagaimana sampah tidak dijadikan masalah besar di negaranya, mereka justru melempar sampah-sampah tersebut ke negara lain, termasuk Indonesia.

(Source : google.com)

Terkait pengiriman asal sampah akan didistribusikan kepada perusahaan-perusahaan yang mau menerima eksportir sampah. Ada 11 perusahaan Indonesia pengimpor limbah kertas, salah satunya yaitu PT Pakerin (Mojokerto) yang telah berdiri pada tahun 1978. Mereka mendapatkan jenis limbah sampah plastik yang disisipkan di limbah kertas antara lain 70 persen bungkus makanan, 20 persen rumah tangga dan 10 persen produk perawatan tubuh.


Keyakinan perusahaan untuk mengimportir sampah sebagai bagian dari dunia pekerjaannya bukanlah penghambat masa depan mereka. Pasalnya, ancaman ini justru mengantarkan seorang pemulung bernama Giman untuk menyekolahkan tiga anaknya menempuh pendidikan tinggi. Pemulung tersebut mengaku, bisa menerima Rp130.000 dalam satu hari. Tak tanggung-tanggung, meskipun musim hujan menanti, Bagaimana bisa menembus omset Rp1 juta sehari! Bahkan keuntungan yang lebih, PT Pakerin mampu menunjang pemasukan sampah dari luar negeri yang semakin masif, disebabkan China telah menutup akses limbah negara lain.


Sejarah memang menelan masa lalu, bukan berarti sampah menelan lingkungan hidup kita. Kendala alam semesta sudah diperbudak habis-habisan oleh manusia, masihkah kita mencintai alam? Masihkah peduli dengan keadaan anak-cucu saat dewasa nanti? Langit seolah bertanya, “Benar ini rumahmu?”

Penulis: Tesalonika Hasugian

Editor: Lidya Verisca

13 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page