Sumber: yoexplore.co.id
Menurut kalian, bahagia itu kalau lagi ngapain, sih??
Punya pacar?? Liburan keliling Indonesia?? Atau … Ditraktir makan enak??
Sumber kebahagiaan itu kan memang banyak, ya. Sebenarnya, hal-hal yang menurut kita sederhana aja ternyata bisa jadi sumber kebahagiaan kita, lho! Sesederhana kayak gue sekarang yang habis nggak sengaja ngelewatin sekolah lama gue dan ngelihat para pedagang kaki lima yang berjajar di sekitar lingkungan sekolah.
Melihat hal itu membuat gue langsung meminggirkan motor menuju salah satu jajanan yang jadi favorit gue tapi jarang banget bisa beli karena uang jajan yang pas-pasan dan selalu dipakai buat naik angkot.
“Abang, beli Rp10.000,00, yaa!”
Begitulah sesi berburu jajanan SD dimulai dari membeli makaroni telur atau yang akrab dengan sebutan maklor. Ternyata, setelah belasan tahun berlalu, abang penjual maklor ini belum berubah, masih sama seperti yang dulu, usianya masih terlihat seperti 50 meskipun gue sendiri sudah mencapai usia pertengahan 20.
“Siap, neng!” respon abang tersebut dengan semangat.
Panas terik bukanlah masalah besar untuk menunggu abang maklor menyiapkan pesanan gue, untung saja saat itu belum jam pulang sekolah, jadi pembeli dari jajanan-jajanan itu belum terlalu bermunculan atau para pembelinya bukan dari kalangan anak sekolah.
Selama beberapa menit menunggu, pesanan gue selesai. Abang maklor menyerahkan pesanan dan gue menyerahkan uangnya. Tapi, tak sampai situ saja karena gue hendak membeli jajanan lain sehingga langkah kaki gue ini mengarah ke beberapa pedagang lain seperti pedagang telur gulung, pedagang papeda, pedagang cimol kentang, dan masih banyak lagi.
Perjalanan nostalgia gue diakhiri dengan membeli es podeng sebelum akhirnya gue memutuskan untuk kembali ke kantor dengan membawa banyak bungkusan berisi berbagai jenis jajanan yang nantinya akan gue bagikan juga ke beberapa teman kantor.
Sesampainya di kantor, gue memisahkan beberapa jajanan untuk gue sendiri dan yang untuk dibagikan ke beberapa teman kantor lalu duduk di meja kerja sambil menghirup aroma jajanan-jajanan yang didominasi aroma micin itu.
Sembari mengerjakan beberapa pekerjaan yang masih belum selesai, tiap suapan jajanan yang sedang gue lahap saat itu selalu mengingatkan gue dengan masa-masa sekolah dasar.
Dulu, godaan terbesar saat sekolah adalah jajanan yang ada di depan gerbang, namun yang mencegah gue tergoda adalah karena permasalahan uang jajan yang pas-pas an. Mudahnya, kalau tak bisa menahan godaan, berarti pulangnya harus jalan kaki.
Mengingat hal itu, tanpa sadar membuat ujung bibir gue membentuk lekukan kecil. Jika dibandingkan sekarang, membeli jajanan-jajanan itu bisa gue lakukan tanpa harus memikirkan masalah uang jajan karena saat ini gue sudah memiliki penghasilan sendiri.
Meski terlihat remeh, sumber kebahagiaan karena bisa membeli jajanan pakai uang sendiri itu … sah-sah saja kan??
Penulis: Irene W. H
Editor: Clarissa Putri P
Comments